Cari Blog Ini
Rabu, 05 Desember 2018
Sekilas KUA Kecamatan
Membahas keberadaan KUA Kecamatan tidak bisa terlepas dari sejarahnya yang sangat terkait dengan urusan kepenghuluan atau pencatatan nikah. Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk bagi umat Islam di Indonesia telah di lakukan semenjak zaman Kerajaan Mataram Islam, dimana pada saat itu Sultan Mataram mengangkat seorang abdi dalem dengan gelar “Penghulu” yang diberi tugas khusus di bidang agama Islam, baik untuk urusan pernikahan, perceraian atau kewarisan. Keadaan ini berlanjut ketika zaman Kolonial Belanda dan masa pendudukan Jepang, hanya saja pada waktu itu pencatatannya tidak dilakukan oleh penghulu kraton. Setelah kemerdekaan Negera Republik Indonesia, pencatatan NTR (Nikah, Talak, dan Rujuk) diatur tersendiri di dalam UU No. 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk Jo UU Nomor 32 tahun 1954 Tentang Pelaksanaan UU No.22/46 di luar Jawa dan Madura.
Lahirnya UU Nomor 22 tahun 1946
tersebut juga merupakan awal penegasan munculnya institusi yang menangani
kepenghuluan, kemasjidan dan perwakafan yang bernama Kantor Kenaiban Kecamatan
(selanjutnya bernama KUA Kecamatan), berdasarkan PP Nomor 8 tahun 1950 tentang
Susunan Organisasi Departemen Agama. Sejak itu struktur Departemen Agama
mengalami perubahan sebagai berikut: a. Tingkat pusat dengan susunan Organisasi
sebagai berikut: 1) Menteri Agama; 2) Secretariat Jenderal yang terdiri dari:
Bagian Sekertariat; Bagian Kepenghuluan; Bagian Pendidikan; Bagian
Keuangan/Perbendaharaan; b. Tingkat Daerah dengan susunan organisasi sebagai
berikut: 1) Kantor Agama Provinsi; 2) Kantor Agama Kabupaten; 3) Kantor
Kepenghuluan Kawedanan; 4) Kantor Kenaiban kecamatan. Kantor Kenaiban di
Yogyakarta pada waktu itu diberi nama KUA Kemantren Polisi Pamong Praja (Kem.
PP) Kota Pradja Jogjakarta, dan baru
setalah tahun 1974 sesuai dengan Undang-undang Pemerintah Daerah, maka
sebutanya berubah menjadi KUA Kecamatan hingga saat ini.
Langganan:
Postingan (Atom)